Organisasi sosial
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
- Diketahui
- Dipahami dan dimengerti
- Ditaati
- Dihargai
- Formalitas, merupakan ciri organisasi sosial yang menunjuk kepada adanya perumusan tertulis daripada peratutan-peraturan, ketetapan-ketetapan, prosedur, kebijaksanaan, tujuan, strategi, dan seterusnya.
- Hierarkhi, merupakan ciri organisasi yang menunjuk pada adanya suatu pola kekuasaan dan wewenang yang berbentuk piramida, artinya ada orang-orang tertentu yang memiliki kedudukan dan kekuasaan serta wewenang yang lebih tinggi daripada anggota biasa pada organisasi tersebut.
- Besarnya dan Kompleksnya, dalam hal ini pada umumnya organisasi sosial memiliki banyak anggota sehingga hubungan sosial antar anggota adalah tidak langsung (impersonal), gejala ini biasanya dikenal dengan gejala “birokrasi”.
- Lamanya (duration), menunjuk pada diri bahwa eksistensi suatu organisasi lebih lama daripada keanggotaan orang-orang dalam organisasi itu.
- Rumusan batas-batas operasionalnya(organisasi) jelas. Seperti yang telah dibicarakan diatas, organisasi akan mengutamakan pencapaian tujuan-tujuan berdasarkan keputusan yang telah disepakati bersama. Dalam hal ini, kegiatan operasional sebuah organisasi dibatasi oleh ketetapan yang mengikat berdasarkan kepentingan bersama, sekaligus memenuhi aspirasi anggotanya.
- Memiliki identitas yang jelas. Organisasi akan cepat diakui oleh masyarakat sekelilingnya apabila memiliki identitas yang jelas. Identitas berkaitan dengan informasi mengenai organisasi, tujuan pembentukan organisasi, maupun tempat organisasi itu berdiri, dan lain sebagainya.
- Keanggotaan formal, status dan peran. Pada setiap anggotanya memiliki peran serta tugas masing masing sesuai dengan batasan yang telah disepakati bersama.
- Organisasi Primer, organisasi semacam ini menuntut keterlibatan secara lengkap, pribadi dan emosional anggotanya. Mereka berlandaskan ekspektasi rimbal balik dan bukan pada kewajiban yang dirumuskan dengan eksak. Contoh dari organisasi semacam ini adalah keluarga-keluarga tertentu.
- Organisasi Sekunder, organisasi sekunder memuat hubungan yang bersifat intelektual, rasional, dan kontraktual. Organisasi seperti ini tidak bertujuan memberikan kepuasan batiniyah, tapi mereka memiliki anggota karena dapat menyediakan alat-alat berupa gaji ataupun imbalan kepada anggotanya. Sebagai contoh organisasi ini adalah kontrak kerjasama antara majikan dengan calon karyawannya dimana harus saling setuju mengenai seberapa besar pembayaran gajinya.
- Organisasi berorientasi pada pelayanan (service organizations), yaitu organisasi yang berupaya memberikan pelayanan yang profesional kepada anggotanya maupun pada kliennya. Selain itu siap membantu orang tanpa menuntut pembayaran penuh dari penerima servis.
- Organisasi yang berorientasi pada aspek ekonomi (economic organizations), yaitu organisasi yang menyediakan barang dan jasa sebagai imbalan dalam pembayaran dalam bentuk tertentu.
- Organisasi yang berorientasi pada aspek religius (religious organizations)
- Organisasi-organisasi perlindungan (protective organizations)
- Organisasi-organisasi pemerintah (government organizations)
- Organisasi-organisasi sosial (social organizations)
- Organisasi-organisasi politik
Organisasi Sosial Masyarakat Kamoro: Pandangan AwalSebagai masyarakat peramu yang tinggal di dalam hutan, masyarakat Kamoro hidup secara berkelompok. Selain memudahkan saat mencari sumber daya alam, hidup berkelompok juga erat kaitannya dengan penjagaan wilayah ulayat. Jumlah anggota kelompok yang banyak akan memudahkan mereka mempertahankan wilayahnya dari ancaman pihak luar. Seperti diketahui, wilayah ulayat bagi masyarakat Kamoro bukan sekadar tanah tempat tinggal. Di dalamnya terdapat sumber daya alam yang melimpah sebagai bahan pokok untuk makanan dan mata pencarian yang akan menjamin kelangsungan kehidupan mereka. Tanah ulayat juga menjadi tempat masyarakat untuk saling berinteraksi antara satu keluarga dan keluarga lainnya. Yang tak kalah pentingnya, tanah ulayat itu bisa menjadi lambang eksistensi keberadaan sebuah fam atau taparu. Karena itu, kehilangan tanah ulayat akan menjadi “bencana besar” bagi masyarakat Kamoro, baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun budaya.Karena keberadaan tanah sangat penting dalam kehidupan masyarakat Kamoro, diyakini bahwa potret kehidupan sosial masyarakat tidak akan lepas dari pemanfaatan tanah oleh masyarakat. Kelompok-kelompok keluarga yang bersama-sama mencari sagu atau ikan diasumsikan terus bersama ketika memasuki kehidupan di luar pencarian sagu atau ikan. Asumsi ini tentu saja menarik. Tulisan ini akan difokuskan pada organisasi sosial masyarakat Kamoro subsuku Nawaripi.Dalam beberapa kali perbincangan dengan masyarakat, mereka menyebutkan bahwa setiap taparu mempunyai kawasan dusun sagu sendiri. Di dalamtaparu sendiri terdapat beberapa keluarga yang biasa mencari sagu secara bersama. Setiap keluarga itu pun mempunyai kawasan dusunnya sendiri.Berdasarkan kepemilikannya, ada tiga jenis dusun sagu. Pertama, dusun sagu milik taparu. Kedua, dusun sagu milik keluarga. Dan ketiga, dusun sagu milik umum. Pada jenis yang pertama, dusun sagu secara de facto dimiliki oleh taparutertentu. Karena itu, pihak lain dari luar taparu yang bersangkutan yang akan memangkur sagu di tempat ini harus meminta izin dari “pemimpin” taparu yang bersangkutan. Dalam konteks dusun sagu milik taparu –dan juga milik keluarga– pihak luar bukan berarti semata-mata orang luar suku Kamoro. Pihak luar di sini berarti orang-orang yang bukan satu taparu atau keluarga, tapi dibawa oleh anak mantu (saudara ipar) untuk memangkur sagu di tempat itu. Kalau diizinkan, si pemangkur sagu akan mendapat jatah waktu tertentu. Bila jatah waktunya habis, dia harus segera meninggalkan tempat itu. Waktu bisa diperpanjang bila si pemilik mengizinkan. Biasanya ada aturan tersendiri bila orang luar ini mengambil sagu di lokasi milik taparu. Dalam dua-tiga hari pemangkuran, hasil sagu itu harus diberikan kepada “pemimpin” taparu sebagai hadiah karena telah diizinkan mengambil sagu di tempatnya, yang nantinya akan dibagikan kepada masyarakat. Baru pada hari keempat dan seterusnya orang itu dapat memangkur sagu untuk dirinya.Pada jenis yang kedua, dusun sagu sepenuhnya milik keluarga dari taparutertentu. Kepemilikan ini berdasarkan ikatan keluarga atau perkawinan. Karena itu, orang luar dari keluarga pemilik dusun sagu yang akan mengambil sagu harus datang kepada kepala keluarga si pemilik untuk meminta izin memangkur sagu. Bila diizinkan, dia boleh mengambilnya. Seperti pada jenis pertama, aturan mainnya juga sama. Si pemangkur sagu harus memberi sagu kepada kepala keluarga sebagai hadiah.Untuk jenis yang ketiga, dusun ini memang dimiliki oleh umum. Namun, umum di sini bukan berarti semua orang dapat mengambilnya. Umum dalam pengertian ini adalah untuk satu subsuku, misalnya Nawaripi. Orang di luar subsuku Nawaripi, tidak boleh mengambilnya.Dari beberapa perbincangan dengan masyarakat, dusun sagu milik umum ini muncul akibat hilangnya batas-batas kepemilikan antar-taparu/fam. Dahulu tidak pernah ada yang disebut dusun sagu umum. Dusun sagu selalu dimilikitaparu/keluarga. Saat ini batas-batas itu hilang akibat pertambangan atau perluasan wilayah.Dusun sagu milik umum juga boleh dipangkur orang di luar taparu atau keluarga. Permohonan izin disampaikan kepada “kepala suku”. Selanjutnya, kepala suku akan meminta seseorang untuk mengawasi pemangkuran. Seperti jenis yang pertama dan kedua, ada pula hadiah yang harus diberikan.Dalam konteks pemberian hasil sebagai hadiah, hal itu tidak hanya dilakukan sebatas tanda terima kasih. Pemberian itu juga bisa berarti bayaran atas pelanggaran yang dilakukan si pemangkur, seperti masuk tanpa izin atau melanggar batas waktu yang telah ditentukan.Selain itu, ada pula jenis binatang yang harus dihadiahkan kepada si pemilik bila si pemilik menangkapnya di area dusun sagu tersebut. Binatang itu adalah babi, kasuari, dan buaya. Bagian yang diberikan adalah batas pinggang ke bawah.Seperti halnya dalam masalah dusun sagu, masyarakat mempunyai lokasi-lokasi tertentu dalam mencari ikan. Kepemilikannya pun terbagi tiga: keluarga,taparu, dan umum.Secara umum aturan main yang terdapat dalam masalah penangkapan ikan sama dengan yang terjadi di dusun sagu. Meski demikian, dalam hal ini ada tambahan pada jenis-jenis ikan hasil tangkapan.Dalam masalah penangkapan ikan, ada beberapa jenis ikan yang mempunyai arti tersendiri bagi masyarakat. Ikan-ikan jenis ini sangat dilindungi dan dijaga karena bisa dikatakan sebagai makanan pokok masyarakat. Jenisnya antara lain:1. Buaya2. Kura-kura besar3. Kakap besar4. Kerapu5. Ikan ekor satu/leleAda aturan main untuk jenis ikan-ikan tersebut bila ditangkap oleh orang luar (lihat kriteria orang luar dalam pemangkuran sagu) yang bukan pemilik lokasi tangkapan ikan. Pertama-tama si pemilik akan mengingatkan kepada si penangkap ikan bahwa ikan-ikan itu merupakan ikan yang tak boleh ditangkap sembarangan. Kalaupun akhirnya tertangkap, pihak luar yang menangkapnya harus memberi hadiah kepada si pemilik. Pembagiannya mirip dengan binatang yang terdapat di dusun sagu, bagian ikan dari pinggang ke bawah menjadi hadiah si pemilik lokasi.Taparu secara sederhana dapat dikatakan sebagai media pemersatu antarkeluarga atau fam yang hidup secara berkelompok. Taparu juga bisa disebut penjelmaan dari sistem kekerabatan yang luas di dalam masyarakat Kamoro. Kehidupan masa lalu yang kerap diwarnai peperangan dan pembunuhan membuat setiap keluarga harus hidup secara bersama agar mampu menguasai lahan yang banyak dan sanggup mengusir musuh. Terbentuknya sebuah subsuku juga hasil sebuah pengelompokan beberapa taparu yang diikat kata sepakat untuk bersama-sama memerangi suku lainnya dan menjaga wilayah yang disepakati.Bila menyimak cerita-cerita tentang sejarah subsuku Nawaripi, di situ akan terlihat bagaimana taparu menjadi bagian penting dari sistem kekerabatan di antara mereka. Masyarakat akan langsung menyebut taparu sebagai cikal bakal kekerabatan. Individu-individu hanya disebut jika ia memang bagian yang paling menonjol dalam sebuah peristiwa. Selebihnya mereka akan langsung mengatakantaparu sebagai sebuah kelompok besar dari beberapa keluarga atau fam.Dari awal cerita, masyarakat langsung menyebut bahwa mereka adalah keturunan binatang tertentu, seperti buaya atau tupai. Simbol ini mengasumsikan bahwa individu tidak dikultuskan. Prinsip ini pula yang membuat mereka berciri egaliter.Subsuku Nawaripi berasal dari tiga kelompok besar atau taparu, yaitu Neyeripi-Ameyeripi (Negeripi, yang sekarang disebut NA), Mutuawe-Matuawe (Wokuawe, yang sekarang disebut MM), dan Kaugapu. Penonjolan taparu sebagai identitas awal bisa menandakan bahwa nama keluarga tidak menjadi begitu menonjol atau ditonjolkan. Hal ini juga mengasumsikan bahwa identitas seseorang lebih banyak berada di balik nama taparu-nya. Karena itu, tidak mengherankan jika beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa taparu adalah bagian paling penting untuk melihat organisasi sosial masyarakat Kamoro.Dari citra awal seperti yang disebutkan di atas, taparu memang sebuah organisasi masyarakat yang unik. Dahulu, taparu dipimpin oleh seorang kepala (panglima) perang. Kepala perang ini mempunyai wakil-wakil yang meliputi tukang bagi, tukang ukir, tukang nyanyi, dan kepala sasi. Kepala perang dan wakil-wakilnya tidak bisa digantikan oleh siapa-siapa kecuali saudara atau keturunannya, bahkan sampai kini.Tidak ada pemilihan dari masyarakat.Ketika perang akan dimulai, panglima perang ini akan memerintahkan tukang bagi untuk membagi keluarga-keluarga yang ikut perang dalam sebuah susunan yang telah menjadi kesepakatan. Selanjutnya, perahu dan senjata mereka akan diukir oleh tukang ukir untuk menandakan asal serta menyimbolkan sesuatu. Pada upacara adat sebelum keberangkatan, tukang nyanyi menjadi pusat perhatian karena dialah yang akan berada di tengah-tengah masyarakat untuk membangkitkan semangat. Dalamtaparu juga ada yang disebut kepala sasi. Dia yang nantinya bertugas menentukan hukuman bagi seseorang yang melanggar batas wilayah ulayat.Di bawah taparu ada yang namanya keluarga atau fam. Keluarga-keluarga ini terbentuk berdasarkan ikatan darah dan perkawinan. Keluarga bisa disebut besar bila ia mempunyai banyak keturunan. Hal ini memberi kesempatan kepada keluarga itu untuk membentuk kelompok-kelompok yang banyak, yang pada akhirnya disegani masyarakat. Keluarga ini biasanya dipimpin oleh seorang kepala keluarga yang dianggap paling senior oleh keluarga itu. Kepala keluarga inilah yang menentukan segala sesuatu yang menyangkut kehidupan keluarga itu.Uraian di atas sedikit banyak telah membawa gambaran mengenai organisasi sosial dalam masyarakat Kamoro. Yang kemudian menjadi pertanyaan, bagaimana keadaan pada saat ini? Apakah hal itu masih berlangsung?Sejak agama dan pemerintahan mulai masuk ke wilayah Papua, perang suku relatif berkurang. Konflik-konflik yang diakhiri dengan pembantaian juga hampir tidak ada lagi. Kondisi ini membuat masyarakat dapat hidup dengan tenang. Dengan keadaan demikian, fungsi panglima perang jelas sudah berkurang. Bahkan, di MM panglima perang sudah dianggap tak ada lagi. Kedudukan panglima perang digantikan oleh semacam “kepala taparu” yang pegang oleh keluarga paling senior dan tahu dengan pasti sejarah serta adat istiadat di MM.Kepala taparu mempunyai peran dalam mengatur keharmonisan setiap keluarga di dalam taparu yang bersangkutan. Jika terjadi konflik antarkeluarga, kepala taparu inilah yang menyelesaikannya. Kepala taparu bisa dianggap sebagai tokoh yang dituakan (senior) di dalam taparu, tempat masyarakat menggantungkan harapan dan keinginannya. Karena dianggap paling senior, kepala taparu inilah yang berhak menceritakan kisah-kisah taparu-nya kepada orang lain.Dalam tugasnya, kepala taparu dibantu oleh tukang bagi untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan harta atau hasil yang dimiliki oleh taparu. Tukang bagi ini juga diwariskan secara turun-temurun, sehingga tidak dapat digantikan oleh orang lain. Bila tukang bagi ini mati, adiknya yang menggantikan. Kalau tak ada adik, anaknya yang akan mengambil tongkat kepemimpinan. Jadi, semua hal yang berkaitan dengan pendapatan taparu harus masuk melewati orang ini. Keadaan ini terus berlangsung sampai sekarang.Satu orang lagi dari tugas tradisional yang masih berfungsi sampai sekarang adalah kepala sasi. Masyarakat Nawaripi mengenal sasi untuk kepemilikan di darat dan di air. Kepemilikan di darat meliputi lahan ulayat, dusun sagu, dusun kelapa, dan kebun masyarakat. Sementara itu, wilayah air adalah semua hal yang berhubungan dengan sumber daya yang terdapat di sungai.Berbeda dengan tempat lain yang mengumumkan sasi untuk orang banyak agar tidak dilanggar, dalam masyarakat Nawaripi penerapan sasi dilakukan secara diam-diam. Masyarakat yang kecewa karena wilayah ulayatnya dimasuki tanpa izin berkumpul untuk membahas masalah ini. Kepala sasi akan membuat semacam upacara adat untuk memberlakukan sasi di wilayah itu. Setelah itu, setiap keluarga yang mempunyai lahan di tempat itu akan membersihkan lahan dan menebar racun di wilayahnya. Dari beberapa sasi yang diterapkan, sasi sagu merupakan yang terberat, karena si pencuri akan langsung mati bila mengambil sagu tanpa izin.Sebenarnya ada satu lagi jabatan di dalam taparu atau subsuku, yaitu kepala suku. Tapi, karena fungsinya yang hanya berada di seputar batas wilayah tanah ulayat, kedudukannya tidak setinggi yang disebut sebelumnya di dalam masyarakat.Kalau taparu hanya sebatas hubungan kekerabatan antarkeluarga/fam, keluarga merupakan kelompok sosial yang hubungannya sangat kuat. Dari keluarga inilah kekerabatan taparu muncul. Kekuatan keluarga dapat diidentifikasi dari kepemilikan lahan dalam tanah ulayat. Tanah ulayat memang bisa dimiliki taparu, tapi sumber makanan pokok di dalamnya sudah menjadi milik keluarga, bukan lagi miliktaparu.Karena lahan-lahan di dalam tanah ulayat taparu dimiliki oleh keluarga, maka hubungan antarkeluarga menjadi sangat kuat. Dari sinilah muncul kelompok-kelompok dasar dari masyarakat yang jumlahnya sekitar 8–12 orang. Kelompok ini sifatnya sangat kuat dan tetap karena dasar hubungannya adalah darah dan perkawinan.Keluarga sebagai basis awal pembentukan kelompok di dalam masyarakat memang mempunyai aturan yang sangat ketat. Tidak sembarang orang bisa masuk dalam kelompok keluarga, kecuali punya hubungan darah. Orang luar (lelaki) yang mau masuk ke dalam kelompok keluarga lewat cara kawin masuk harus mendapat persetujuan dari seluruh keluarga, terutama dari keluarga wanita (kakak atau adik laki-laki, yang biasa disebut mamak). Bila tidak disetujui, perkawinan dapat dibatalkan dan si pria bisa ditolak. Bahkan, dalam urusan mas kawin, ada yang disebut uang untuk mamak. Uang ini yang kadang menjadi bahan untuk memutuskan apakah si calon pria layak masuk keluarga si wanita.Dalam praktiknya, mas kawin terbagi menjadi dua: untuk ibu dan mamak. Untuk ibu biasanya disebut uang susu dan uang perut (disebutkan sebagai pengganti biaya susu dan sakitnya waktu melahirkan). Jumlahnya masing-masing berbeda. Zaman dahulu biasanya diberikan dalam bentuk alat-alat rumah tangga dan perlengkapan nelayan, seperti perahu dan dayung. Saat ini, menurut seorang masyarakat, biaya itu masing-masing berjumlah sekitar Rp 5 juta.Yang kadang menjadi masalah adalah uang untuk mamak. Jumlahnya kadang lebih besar daripada uang susu dan uang perut. Si mamak beranggapan bahwa anak perempuan merupakan aset yang berharga untuk meneruskan keturunan keluarga. Jadi, biayanya bisa sangat mahal. Kalau si pria bisa membayar semuanya, si perempuan bisa langsung dibawa masuk ke keluarga si pria. Kalau sudah demikian, keluarga si perempuan sudah tak bisa ikut campur dengan kehidupan mempelai wanita. Karena itu, yang biasa terjadi, si pria melakukan kawin masuk ke keluarga wanita. Konsekuensinya, si pria harus memutuskan hubungan dengan keluarganya. Jadi, bila ada konflik keluarga, si pria tetap harus membela keluarga wanita. Kalau si pria tetap ngotot membela keluarganya, keluarga wanita akan mengambil kembali istrinya dan menceraikan si pria.Akan tetapi, bila si pria hanya mampu membayar salah satu dari uang itu dan membawa si wanita masuk ke dalam kelompoknya, keluarga wanita mempunyai hak meminta anaknya yang sulung kepada pengantin itu bila mereka mempunyai anak. Dengan demikian, urusan pembayaran jadi selesai.Aturan uang mamak itu jelas membuat kedudukan mamak sangat tinggi. Saking tingginya, si bapak tak punya kekuatan selain hanya memberi nama fam dan nama tanah kepada anaknya. Urusan selanjutnya dipegang oleh mamak dari anak itu. Hal ini juga tercermin dari pesta adat karapau.Dalam soal perkawinan, lelaki dapat mengawini siapa saja, asal tidak satu keluarga atau satu hubungan darah. Meski demikian, untuk memperkuat taparu-nya, seorangg laki-laki dianjurkan menikah dengan keluarga lain di dalam taparu-nya agar ulayatnya terus terjaga. Misalnya, seorang laki-lai keturunan taparu Ameyeripi disarankan untuk menikah dengan seorang wanita dari Ameyeripi pula.Hubungan dalam perkawinan sering disebut kaokaparu dan kaokapati.Kaokaparu berarti hubungan perkawinan yang didasarkan dari pihak perempuan. Jadi, bila si A kawin dengan B, maka pihak A akan menyebut B dan keluarganya sebagaikaokapuru. Sebaliknya, pihak B dan keluarganya akan menyebut si A sebagaikaokapati.Dalam kaitannya dengan kelompok keluarga ini, di dalamnya juga ada pengorganisasian yang biasa mereka lakukan. Anggota keluarga yang paling tua akan diangkat menjadi ketua. Adik perempuan si ketua biasanya akan menjadi bendahara atau tukang bagi pendapatan di antara keluarga. Sementara itu, anak laki-laki dari ketua akan menjadi sekretaris. Dalam istilah modern, urutan ini yang disebut lingkaran pertama dalam kelompok. Merekalah yang mempunyai wewenang terbesar dalam kelompok keluarga.Hal yang sama juga akan tampak dalam pembagian lahan di dusun sagu atau dusun kelapa. Ketika membicarakan pembagian dusun sagu, mereka menyatakan bahwa dusun itu pertama-tama harus dibagi berdasarkan taparu. Selanjutnya, dusun itu dibagi-bagi per keluarga yang terdapat di dalam taparu.Dengan gambaran seperti di atas, kita dapat mengerti mengapa mereka selalu bersama-sama dalam satu kelompok untuk pergi ke dusun sagu atau kelapa. Pola dasar pembagian sumber ekonomi yang telah tertata itu juga membuktikan bagaimana eratnya hubungan antarkeluarga di antara mereka di dalam satu taparu.Karena itu, orang di luar keluarga tak akan bisa mengambil bagian yang menjadi milik satu keluarga.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar